Faktor Ekonomi dan Percekcokan Dominasi Tingginya Kasus Perceraian di Lamongan
Dikutip dari Lamongan (beritajatim.com) – Kasus perceraian merupakan suatu peristiwa yang kadang tidak bisa dihindarkan oleh pasangan. Terputusnya hubungan antara suami-istri itu bisa saja karena kegagalan keduanya dalam menjalankan obligasi peran masing-masing.
Diketahui, dasar hukum proses perceraian di Indonesia adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Berdasarkan UU tersebut, dimungkinkan salah satu pihak, yaitu suami atau istri melakukan gugatan perceraian.
Selanjutnya, kasus perceraian tersebut terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, tak terkecuali Lamongan. Menurut data, angka perceraian di Kabupaten Lamongan pada triwulan kedua tahun 2021 ini mencapai 1597 perkara, terdiri dari cerai gugat yang diajukan istri sebanyak 1182 dan cerai talak yang diajukan suami sebanyak 415. Data tersebut terhitung sejak bulan Januari 2021 hingga bulan Juni saat ini.
Dalam kesempatan tersebut, Mazir, S.Ag. M.Si selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Lamongan menyampaikan, bahwa sesuai data yang dihimpun di PA Lamongan tersebut, terkait rasio penyelesaiannya sampai hari ini sudah 81.45% untuk cerai talak dan sudah 83.16% untuk cerai gugat.
“Dari data perceraian yang ada, di antaranya ada 158 sisa tahun 2020 lalu dan 1439 yang masuk tahun ini. Kemudian ada 97 yang dicabut, 1204 dikabulkan, 4 ditolak, 6 tidak diterima, 8 digugurkan, 1 dicoret dari register, dan 1224 diputus. Sehingga menyisakan 276 beban perkara,” terang Mazir saat diwawancarai, Sabtu (26/6/2021).
Meski begitu, selama pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, kasus perceraian yang ditangani PA Lamongan tidak ada kenaikan secara signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “Mungkin karena pandemi Covid-19 ini, jadi angka perceraian tidak mengalami kenaikan signifikan dari data yang kami himpun, angkanya masih sama seperti tahun lalu. Walaupun ada perbedaan, itu tipis bedanya,” sambungnya.
Sementara itu, pihaknya juga menjelaskan, tentang penyebab terjadinya perceraian sesuai data yang masuk pada tahun 2021, yang mana masih didominasi oleh faktor perselisihan yang terus menerus dan faktor ekonomi.
“Paling banyak disebabkan oleh faktor perselisihan atau pertengkaran dan juga faktor ekonomi. Pada tahun 2021, diketahui ada 526 karena perselisihan, ada 416 karena ekonomi dan ada 45 karena meninggalkan salah satu pihak. Serta sisanya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti zina, KDRT, mabuk, poligami dan sebagainya,” jelasnya.
Berdasarkan informasi lebih lanjut, Mazir menambahkan, sebelum proses perceraian itu dimulai, PA Lamongan sudah berupaya melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak agar mengurungkan niatnya untuk berpisah.
“Karena keduanya tidak bersepakat untuk membina hubungan kembali, PA pun tidak bisa berbuat banyak. Upaya mediasi itu sudah kami lakukan, tapi lagi-lagi buntu dan tidak menghasilkan apa-apa,” ungkapnya.
Kemudian, terkait pelaksanaan sidang di PA Lamongan ini, lanjut Mazir, pihak PA telah memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dan telah menerapkan protokol kesehatan secara ketat. “Karena pandemi, sekarang diprogram hanya bisa menerima 25 ajuan setiap harinya,” lanjutnya.
Untuk mensiasati hal itu, saat ini pihak PA Lamongan telah membuat sistem antrian, sehingga ada daftar tunggunya. “Kemungkinan tingkat pengajuan tidak mengalami kenaikan, sehingga prediksinya untuk tahun 2021 ini berjalan stagnan setiap bulannya,” pungkasnya.[riq/kun]
Berita Terkait: